Pages

Rabu, 29 April 2015

Pasar Terapung

Pasar Terapung Muara Kuin, sumber: google

Pasar Terapung. Siapa yang tidak tahu tempat ini. Kurasa hampir semua pernah mendengarnya. Sebuah pasar tradisional di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dari namanya saja, pasar ini sudah memiliki daya tarik bagi siapa saja yang mendengar. Yang istimewa dari pasar ini adalah pedagang, pembeli dan transaksi jual beli dilakukan di atas jukung, sebutan perahu dalam bahasa Banjar, yang membelah sungai Barito. Di pasar tradisional ini masih sering terjadi barter antar pedagang, yang biasa disebut bapanduk. Barang yang diperjualbelikan kebanyakan sayur-mayur dan buah-buahan dari hasil produksi sendiri. Pasar tradisional ini mulai beroperasi setelah shalat subuh hingga pukul 7 pagi waktu setempat.

Setahun yang lalu, tepatnya bulan April 2014, aku berkesempatan berkunjung ke pasar terapung. Kebetulan saat itu sedang ada perjalanan dinas kantor. Yang menarik adalah momen itu kunikmati bersama teman-teman baru dari cabang perusahaan tempat aku bekerja. Selepas shalat subuh, kami sudah berangkat dari hotel menuju tempat perahu yang akan membawa kami ke pasar. Perjalanan tidak begitu lama, kami melewati rumah-rumah di pinggir sungai. Melihat aktivitas warga setempat di sungai Barito. Sampailah kami di muara  sungai Kuin. Untuk diketahui, Pasar terapung di Banjarmasin terbagi menjadi dua, di Muara Kuin dan di Lok Baintan. Kebetulan yang terdekat dari hotel tempat kami menginap adalah Muara Kuin.
perjalanan menuju muara kuin

penampakan saya :))

Pengalaman ini pengalaman yang tidak bisa kulupakan. Melihat perahu-perahu membelah sungai. Mendengar pedagang yang menjajakan barang dagangannya dengan bahasa khas daerah setempat. Senyum ramah, saling salam sapa. Di tengah dinginnya udara pagi, menyaksikan matahari terbit. Ah sungguh indah pemandangan itu. Masih terekam jelas di benak saya. Senang rasanya menyaksikan secara langsung transaksi jual beli yang terjadi di atas sungai tersebut.

rombongan sedang membeli pisang ;)
Sayangnya, Pasar tradisional ini sudah menuju kepunahan digantikan pasar modern di darat. Aktivitas yang terjadi sudah tidak seramai dulu, hanya terlihat beberapa perahu pedagang saja. Selebihnya perahu yang mengangkut para wisatawan. Kebanyakan wisatawan yang datang hanya ingin mengambil gambar. Tidak banyak transaksi jual beli yang benar-benar terjadi antar warga setempat.

Jujur, sedih membayangkan jika beberapa tahun mendatang pasar tradisional ini akan benar-benar punah. Para tetua sudah tidak lagi sanggup menjalankan tradisi ini, sedangkan pemuda-pemudinya juga tidak lagi mau melestarikan budaya nenek moyang. Alangkah sedihnya jika anak cucu kita nanti tidak lagi bisa menyaksikan pasar tradisional seindah ini.
Aku adalah gadis berdarah Banjar. Aku pribadi bangga dengan tradisi ini dan berharap kita dapat melestarikannya. Semoga.

Senin, 06 April 2015

"Kita"

Ini tentang kita, kita yang berjanji akan terus saling menyayangi.
Bukan tentang harus saling membahagiakan satu sama lain.
Tapi ini tentang saling memaafkan ketika dengan sengaja ataupun tanpa sadar telah saling melukai satu sama lain. Telah saling menggoreskan luka satu sama lain.
Bahkan terkadang, saling berlomba untuk saling menancapkan luka paling dalam di hati masing-masing.
Karena tak selamanya mereka yang saling menyayangi akan terus senantiasa saling membahagiakan.
Bukankah orang yang berpeluang paling besar menyakiti hati kita adalah orang yang kita sayangi?
Dan tak jarang orang itu adalah diri kita sendiri.
Maka sekali lagi, ini bukan tentang harus saling membahagiakan satu sama lain.
Ini tentang saling memaafkan dengan pikiran terbuka dan hati yang lapang.
Benar saja. Yang kita butuhkan hanya diam sejenak, menenangkan diri, untuk kemudian berfikir apakah kata yang akan terucap pantas dan layak diucapkan. Tanpa harus menuruti hawa nafsu untuk saling memaki dan menancapkan luka lebih dalam di hati lawan bicara, juga diri sendiri.
Karena sejatinya saling menyayangi tak kan semudah itu saling menyakiti. Karena semakin dalam kau goreskan luka di hatinya, sedalam itu pula luka yang membekas di hatimu.
Maka, teruslah memaafkan selagi sayang itu masih ada. Teruslah menerima selagi kasih itu masih ada. Teruslah lapang hati selagi "kita" masih ada.
Dan selamat kau telah menang dari egomu sendiri. Selamat kau telah sedikit mengikis ke-aku-anmu dalam "kita".


 -Dengan penuh cinta, untuk diriku sendiri, untuk kamu, dan untuk kita.